• Slide 1 Title

    This is slide 1 description. Go to Edit HTML and find this content. Replace it your own description.

  • Slide 2 Title

    This is slide 2 description. Go to Edit HTML and find this content. Replace it your own description.

  • Slide 3 Title

    This is slide 3 description. Go to Edit HTML and find this content. Replace it your own description.

  • Slide 4 Title

    This is slide 4 description. Go to Edit HTML and find this content. Replace it your own description.

  • Slide 5 Title

    This is slide 5 description. Go to Edit HTML and find this content. Replace it your own description.

  • Slide 6 Title

    This is slide 6 description. Go to Edit HTML and find this content. Replace it your own description.

Kamis, 20 Februari 2014

‘Amil Ma’nawi Mujarrod

Posted by Unknown On 3:12 PM | No comments

Saat dunia tak menyapamu, biarlah kau sapa dirimu sendiri. Mungkin ada celah yang perlu ditembel, lubang yang perlu ditutup, atau hitam yang perlu dihapus.
Mungkinkah aku terlihat sibuk dengan diriku sendiri hingga kalian terabaikan? Bahkan di saat momen terpenting pun, aku terlihat memicingkan sebelah mata pada kalian. Kelihatannya memang begitu, terlihat jelas jika dilihat dengan mata telanjang..
Tapi itu hanya terlihat saja, kawan. Ah, memang kalau urusan bathin sulit untuk membuat mereka mengerti, apalagi memahami. Aku berlaku demikian, karena ada hal di luar itu yang lebih penting dan mendesak agar aku mampu bertahan, mempertahankan raga dan rasaku. Tentu kalian tak tahu, kan? Ya, karena biar aku sendiri yang menanggungnya. Karena cerita ini cukup untuk kusimpan sendiri, kutata rapi di sudut hatiku.
Jika hati mampu manusia mampu mendhohirkan apa yang dirasakannya, mungkin kalian baru tahu bahwa rindu itu slalu kusimpan rapi dalam melodika harianku. Dengan indahnya ia mendendangkan ritma sendu dan harapnya. Ia bangga, telah melewati satu episode bersama orang-orang hebat seperti kalian. Ia bahagia, pernah mencicipi rasa damainya kebahagiaan dan kebersamaan dalam taman surga itu.. Namun apa yang mampu kulakukan? Segala keterbatasan memenjarakanku untuk tetap di sini, menapaki hariku dalam belenggu rindu. Hanya doa yang tulus mengalir dari bibir yang mampu kuuntai untuk kalian, bersama sekeping harapan akan berjumpanya sosok-sosok yang pernah membangun istana persahabatan semegah itu. Juga jejeran huruf yang mewakili perasaanku, entah yang mampu kalian lihat, atau cukup kalian percayai saja. Ehm, percaya? Kalian percaya? Aku tak yakin.
Angin malam, sampaikan salamku pada jiwa-jiwa yang telah menghidupkan kembali nurani kasih ini. Jaga mereka, Tuhan. Lindungi mereka agar selalu mendapat payung rahmatMu. Meski dalam diam, biar kami seperti ‘amil ma’nawi mujarrod agar tali persahabatan ini tetap kuat melekat dalam naungan ridloMu.

Robbana dlolamna anfusana wain lam taghfirlana lanakunanna minal khosiriin..

Jumat, 29 Maret 2013

Online Bussines

Posted by Unknown On 10:43 PM | No comments

Kamis, 28 Maret 2013

About isen el dakhil

Posted by Unknown On 7:51 PM | No comments

Jumat, 23 November 2012

Do’a Menyesatkan

Posted by Unknown On 1:08 AM | No comments

Matahari mulai menunjukkan aksinya. Ditemani deru kendaraan yang hilir mudik membuat ramai pagi, aku termenung seorang diri. Menanti suatu hal yang membuatku harus sedikit bersabar karena ia tak kunjung datang. “jalur 7, Neng ?” teriakan khas sang kernet membuyarkan lamunanku atas keterlambatannya. Akhirnya, yang kunanti sedari tadi muncul juga. Yah, bus jalur 7 yang akan mengantarkanku pada tempat baruku nanti, semoga dalam waktu yang tak lebih dari 4 tahun ini.
Segera kulangkahkan kakiku naik dan mencari tempat strategis untuk  menikmati keramaian jalan yang hingga saat ini masih didominasi oleh kendaraan pribadi. ” Aneh, kalau mereka tak mau bermacet-macetan harusnya berangkat lebih pagi dong! Pake perang klakson lagi, tambah polusi aja!” Batinku ikut berkomentar. Sekilas pandanganku tertuju pada penjaja koran yang sedang sibuk berpromosi. Maklum, saat-saat lampu merah adalah waktu yang cocok untuk menggali ladang penghasilan mereka. Alhasil, pandangan kami beradu. “koran mba? Banyak berita terdepan terpercaya loh, ketinggalan kabar ntar kalo ngga beli” Rayuan khas pedagang.  Yah..mau tak mau aku harus membeli yang dijajakanna itu. “Makasih mba.. ini kembaliannya” katanya sopan sembari pergi untuk kembai menawarkan pada yang lain. Tak apa lah, buat temen di bis biar nggak ngantuk . o.o
Sambutan hangat  teman baruku memecah kesepianku sejak  tadi pagi. “Gak tidur di bis kan, Na?” Celetuk Ida, maba dari jurusan fisika, diiringi tawa renyah yang lain. Yah, gara-gara kemarin aku ketiduran saat mengerjakan tugas kelompok untuk ospek langsung deh label “tidur” melekat erat di jidatku. “Haasem, kalian bisa aja. Gimana udah selese semua po? Aku tinggal mbawa pulang aja nih!” tanyaku meledek. “Huuw.. tuh dibawa pulang aja semuanya,ntar nyampe sini udah tinggal pake. Haha “ Umpan balik Gito membuatku ingin cepat-cepat bergabung dengan mereka agar semua perlengkapan ospek cepat kelar dan bisa beristirahat melepas penat. Seminggu ini, kami sekelompok Neurokimia memang sudah mulai sibuk mempersiapkan ospek Mulai dari tugas kelompok hingga individu kami kerjakan bersama, tujuannya sih biar kalo aada yang nggak bisa saling mmembantu satu sama lain. Kami enjoy, meskipun merasa agak “berat”. Sapa juga yang seneng kalo tiap masuk jenjang baru pendidikan harus dihadapkkan pada serentet penugasan yang hingga kini belum kami pahami betul apa maksudya. “Pulang dulu yaah, sampai  jumpa di ospek  hari pertama kawan!” Rendy yang asli kalimantan mencoba berbahasa indonesia-yang-baik-dan-benar.
Waktu memang berjalan cepat jika kita menikmatinya. Tak sampai jam 2 siang, semua penugasan kami kelar dan it’s time to go home! Tidak sepenuhnya berarti rumah sii, karena di sini aku kost berhubung jarak rumahku yang jauh di seberang kota sana. Karena kost-ku lumayan jauh, bus adalah alternatif yang paling efektif.
“Eeh neng yang tadi pagi. Kalo jodoh emang  ngga kemana  yaah?  Ayo cepet naik, Neng”  gombal sang kernet. “Hiih, apaan si. Yang ada tuh bete ketemu ma kernet ini lagi. Coba kalo kernetnya kayak lee min ho tiap saat sih aku mau aja naik bus, la kalo yang ini?” Gerutuku terbawa emosi sang surya yang kian naik pula. Tapi, segera kutepis kedongkolanku ini, dan kurapikan posisi di bangku pojok belakang, tempat favoritku bila di kendaraan.
Sesaat bayangannku kembali pada masa kemsrin, saat putih abu-abu masih menjadi seragamku. Rentetan kenangan terputar jelas dalam bingkai memoriku. Tak terasa, butiran kecil menetes dari pelupuk mataku. Aku merindukan kalian, yang telah membuat hidupku lebih berwarna di masa itu, membuatku tahu makna arti cinta ,persahabatan ,dan kehidupan. Yakinlah Dina, perpisahan bukanlah akhir. Tapi justru awal dari sebuah keabadian bila ia memang benar-benar ada. Hiburku pada diriku sendiri.
Di tengah-tengah nostalgia-ku, terlintas fikiran yang entah akupun tak tahu dari mana datangnya. “Kamu anak baru di sini kok belum pernah kesasar yaah? Padahal dulu pas pertama kenal  dunia kos sampai tak terhitung berapa kali ‘kesesatan’ jalan menjadi teman akrabmu.” “iyaa yah? Kok aku baru nyadar ?” aku seperti orang tolol, serasa dua sisi kepribadianku  beradu tanpa aku mampu mengendalikannya. “Ngga asik banget tau, Na. Masa di lingkungan baru hidupmu stagnan-stagnan aja, harus ada pengalaman yang bisa bikin naik turun, kek Bosan aku ngeliat gini-gini aja” Satu sisi diriku memprovokasi penuh semangat. “Aduh, Na. Ya kalo pengalaman itu baik, orang pengalaman tersesat kok mau dibikin kewajiban? Gak usah deh, ngga usah pengen, titik!” Satu sisi yang lain membantah tegas. Akhirnya, setelah melalui perdebatan yangpanjang, aku memilih yang pertama. Aku ingin tersesat. Bukankah pengalaman adalah guru yang terbaik? Fikirku menduung. Eh, tapi gimana caranya? Masa kesesat dibuat-buat? Konyol memang! Ah.. aku jadi bingung denganku sendiri. Dan kebingungan pun mengantarkanku pada satu fase istirahat  paling nikmat : tidur. 
Sedikit asing saat aku membuka mata. Plang-plang jalan yang tak pernah kujumpai sebelumnya. Karena masih setengah sadar, kuabaikan saja keterasingan itu. Hingga beberapa menit kemudian, aku baru sadar bahwa tidur menguaisaiku. “Ini busnya yang emang jalannya lama ato aku yang trlalu lama tidur? Tapi kayaknya emang belum nyampe, deh. Kalo udah, pasti kernetnya mbangunin aku, kan dia tau aku turun dimana.” Yah, sedikit penenang lah, meskipun dalam hati agak takut-takut juga kalo beneran keblabasan.
Waktu semakin berlalu, aku pun tak kunjung menemukan tempat turun ke kost-ku. Kegelisahan  mulai menguasaiku, hingga.. “Yok yang turun terminal, turunnya di sinin aja, bisnya mau langsung ke Wates ngga masuk terminl dulu. Yaa.. silakan silakan” Kata sang kernet pada sepasang suami istri yang henak turun bus. “ Apaa? Terminal?? Pantes  aja jalan ke kost ngga nemu-nemu!” Kecewaku. Segera  kuhampiri sang kernet untuk menanyakan kenapa aku sampai keblabasan, harusnya kan kalaupun aku tidur ia membangunkankuu. Tapi, sebelum sempat aku menumpahkan pelampiasan amarahku padanya, dengan enteng ia bertanya. “Lho kok Neng sampe terminal? Mau mudik to?” tanpa menunggu jawaban, segera ia cap cus dengan bus yang katanya hendak menuju Wates. Aku?? Sendiri lagi tak tau kemana. Huhu
“Tadi kernetnya bilang ini terminal apa yah. Tapi mana terminalnya? Adanya kok malah perempatan besar kayak gini?” Selidikku. Ah.. ngga mungkin bohong kayaknya deh. Aku tunggu aja di nsini, mungkin aja bus jalur7 yang arah kebalikan  cepet dateng. Lagi-lagi, aku menenangkan diri sendiri.
Setelah sekian lama aku menunggu, bus bernomor 7 tak kunjung datang. Hanya nomor  2, 6, 15, dan bus AKAP yang mendominasi pandanganku. Sedikit putus asa memang. Jangan-jangan ini do’aku tadi yang pengen tersesat yaah? Aduhaduh, Tuhan kok dikabulin sih? Aku kan Cuma bercanda..  masa ada orang yang kepengin tersesat juga? Huft, protes skarang tak berpengaruh juga. Yang penting, sekarang cari jalan keluar biar bisa pulang.  Angka 4! Yah, aku pernah melihat bus itu melewati supermarket deket kost-ku. Ahaaa1 akhirmya jalan itu terbuka juga. Segera kulambaikan tangan tanda menyetop. Tapi tak ada respon dari bus, ia tetap melaju seolah-olah tak melihatku. Dan hal itu berulang hingga 4 kali! Apa karena tak bolen menyetop bus di jalan besar seperti ini? Oke, aku pindah posisi mencari tempat yang lebih strategis. Tapi, hasilnya sama. Nihil.  Teman kost-ku juga kebetulan sedang ada acara di kampus yang tak bisa ia tinggalkan. Yah.. aku memang harus berdiri sendiri melawan gelombang ini.

Hingga saat putus asaku memuncak, ada bus jalur 4 tertangkap retina mataku. Iseng kulambaikan saja tanganku, toh kalau memanng tak bisa ppulang, aku tunnggu temanku sampai sellesai acara-mungkin maghrib. Dompetku yang hanya bersisa uang kertas cap pahlawan berjenggot tak memungkinkan untuk naik kendaraan umum lain yang mungkn dengan cepat busa mengantarkanku ke kost. Bus itu berhenti ternyata!  Hatiku berpijar kembali setelah kegellapan menguasai dengan tamaknya. Kujelaskan tujuanku ke sopir dan duduk di depan sendiri untuk mengantisipasi keblabasan lagi. Bus pun belok kanan k suatu tempat  yang akhirnya kutahu bahwa itulah terminalnya. Ternyata?? Di be;lakang posisiku tadi. Oh, malu bertanya sesat beneran memang. Tukang becak yang berjejeran  tadi kenapa tak kubiarkan mencetak sedikit pahala hany untuk menjawab kebingunganku tentang terminal tadi? Ahh.. nasi  sudah menjadi bubur. Yang penting, skarang sampai kost titik!
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhFWXHU093NxgYZsf7mFJkcG4Se9nk9-Fw0YFAqMLVjRumw6K935g-VOMemR_BUsEqczKAXdJNq4xbjRMv22i-zabnsPOJMRmGlXxHhBwzH4fH9KJj54d9VyuA_VyCgNdJNpxdWHKIUZxk/s320/download.jpg


Jarak dari supermarket tak sependek yang kukira ternya. Butuh sekita 25 menit waktu kaki melangkah. Sudahlah, nasib. Pasrah saja yang penting bisa pulang. Satu pellajaran untukku : jangan pernah berdo’a yang tidak-tidak, takut malaikat sedang berbaik hati dan ikut mengaimini yang berujung pada jawaban “iya” dari sang Pengabul Do’a. Repot kan? Lagi-lagi do’a yang baik-baik aja yaah J  Kok  dari tadi aku ngomong tapi gak ada pihak kedua? -.-


Selasa, 16 Oktober 2012

boredirisasi

Posted by Unknown On 12:17 AM | No comments
Gumpalan kebosanan semakin memenuhi ruang hati
menyesakkan rasa yang tak pernah tetap
pada pendiriannya
menguasainya sendiri

Rentetan kesibukan mendukungnya
melupakan rasa sesaat yang sempat
hadir menyergapnya


Yah.. sesaat
untuk mrnutupi kesesatan hati saat itu
kini semua kembali seperti dulu
saat semuanya belum bercampur dengan
rekayasa yang ku kembangkan
tren galau masa kini tak mau aku ketinggalan jaman
akhirnya
ikut memasukkanku ke dalam lingkupnya

lagi-lagi bercampur
mengadu tak pernah lelah
satu sama lain

buka tutup pintu hati berlangsung
membisingkan kalbu yang terombang-ambingkan

Senin, 17 September 2012

Melodi Hatimu

Posted by Unknown On 2:26 AM | No comments
Senandung melodi hatimu memenuhi ruangan kalbuku
Merasuk dalam sukma
Indah terasadalam jiwa
Gejolak rasa ini mampu kau tenangkan dalam dekapanmu
dalam rengkuhan hatimu
Kau buat hidupku lebih bermakna
karena pelangi itu selalu kau ciptakan untukku
mewarnai hidupku

Minggu, 15 Juli 2012

Still...

Posted by Unknown On 5:04 PM | No comments
Mendengar namanya membuat jantungku berdebar
Melihatnya menjadikan hatiku bergetar
Berbicara dengannya serasa dunia ikut menggelegar

Itulah aku padamu
Kukira rasa itu telah musnah
Bersama cerita yang semakin terbawa arah
Tapi itu tanpalah arti
Kala semua terjadi
Aku belum mampu menghapusnya
Dia pun belum mau pergi dari posisinya


Blogroll

About


Anda berminat buat Buku Tamu seperti ini?
Klik disini